Tak dapat dipungkiri bila potensi pariwisata
syari’ah di Indonesia cukup besar. Hal tersebut berawal dari fakta bahwa
mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim. Sehingga bisa jadi, bisnis ataupun
segala hal yang berbau syari’ah kelak bisa menjadi pondasi kuat perekonomian
Indonesia, khususnya dalam hal pariwisata.
Untuk
meningkatkan bisnis wisata syari’ah, Indonesia dinilai harus meningkatkan
sistem promosinya di dalam hingga ke luar negeri. Sebab segmentasi dari usaha
ini masih dinilai kurang peminatnya. Tetapi dalam
penyelenggaraan konferensi investasi pariwisata di lima negara Asia, General
Manager Spehere Confrence Singapore, Patricia Cheong, melihat Indonesia punya
potensi bagus untuk pariwisata syari’ah jika diiringi kemampuan promosi yang
baik. Mereka yakin dengan tawaran pariwisata khusus ini banyak para investor
yang tertarik. Bercermin ke negara Singapura yang merupakan negara minoritas
muslim, dengan komunitas terbesar kedua setelah komunitas Tionghoa. Hal
tersebut tidak menyurutkan semangat muslim di sana untuk memperkenalkan lebih
luas lagi wisata syari’ah yang ada. Mereka menilai Indonesia dan Malaysia yang
jauh lebih banyak memiliki penduduk muslim dan tempat wisata syari’ah pasti
lebih bagus lagi dalam pengembangan dan peningkatan potensi wisata syari’ahnya.
Pada
tahun 2014 sudah banyak tersebar iklan ke seluruh dunia perihal wisata syari’ah
yang ada di dua kota negara Jepang, yaitu Kyoto dan Osaka. Dilihat dari
kacamata pribadi, hal tersebut merupakan inovasi baru negara Jepang untuk
menarik para wisatawan domestik maupun mancanegara dengan mengangkat
nilai-nilai dan kebudayaan Islam.
Lalu
bagaimana dengan Indonesia sendiri dalam pengembangan wisata syari’ahnya? Mengingat berdasarkan Sensus Penduduk Badan Pusat
Statitik Tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia mencapai 237.641.326 jiwa. Indonesia
pun merupakan salah satu wilayah dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Dengan hal tersebut dirasa sangat besar peluang bagi
penduduk Indonesia dalam pengembangan wisata syari’ah. Namun, pertanyaan besar
bagi setiap orang pasti mengenai bagaimana mentransformasikan budaya lokal yang
sangat jauh dari kata syari’ah itu menjadi sebuah objek wisata nan syari’ah? Fakta
tersebutlah yang mengakibatkan perkembangan wisata syari’ah di Indonesia sukar
berkembang. Padahal harapan ke depannya wisata syari’ah tidak hanya sebagai
penunjang peningkatan ekonomi dalam sektor pariwisata belaka, tetapi dapat
sebagai kearifan budaya lokal yang hadir sesuai perkembangan zaman.
Tetap kita sadari bahwa Indonesia bukanlah negara
Islam yang menerapkan seluruh tatanan negaranya sesuai aturan Al-Qur’an dan
Hadits, inilah salah satu faktor utama banyaknya pendapat masyarakat yang pro
dan kontra mengenai wisata syari’ah ini. Kita dapat melirik ke Bali, destinasi
tersebut merupakan contoh terbesar kasus dari potensi wisata syari’ah ini.
Beralih dari Bali, dengan jumlah mayoritas penduduknya yang muslim merupakan
daya tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke tempat-tempat
wisata syari’ah.
Wisata syari’ah merupakan wisata yang diperuntukan
bagi wisatawan yang muslim maupun non-muslim yang sesuai dengan aturan
syari’ah. Dalam hal ini hotel, restoran, agen perjalanan, SPA, mengusung prisip
syariah yang tidak melayani minuman beralkohol dan memiliki kolam renang dan
fasilitas SPA yang terpisah untuk pria dan wanita. Untuk hotel syariah sudah
diatur dalam Peraturan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
(Kemenparekraf) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah. Mengambil contoh pada Hotel syari’ah,
mengapa para wisatawan banyak yang berburu hotel syari’ah saat berpergian? Hal tersebut
karena wisatawan tersebut ingin bermalam atau menginap di hotel dengan
pengunjung yang tertib dan menyediakan makanan yang pastinya halal serta
fasilitas tempat beribadah yang nyaman. Untuk infrastruktur wisata syari’ah
seperti hotel yang ada di Indonesia hingga sekarang masih belum ada yang diatas
bintang tiga. Selain dengan aturan tersebut alangkah baiknya memperhatikan
beberapa tahapan untuk mentransformasikan hal-hal yang kurang baik dari budaya
lokal menjadi sebuah hal yang sesuai dengan aturan syari’ah.
Ada empat tahapan dalam pentransformasian budaya lokal
menjadi sebuah wisata syari’ah.
1. Pembangunan fisik hotel dan restoran atau sebagainya
sebagai tempat yang ramah, nyaman serta
aman dari unsur-unsur yang tidak baik.
2. Hotel dan restoran yang menjadi target wisata syari’ah
hendaknya menyediakan pertunjukan atau suasana budaya lokal yang Islami.
Contohnya tari saman, hadrah, marawist, grebeg suro dan lain sebagainya. Hal
tersebut dapat sebagai pemacu ketertarikan pengunjung hotel dan restoran
tersebut.
3. Memberdayakan penduduk lokal untuk terlibat langsung
dalam pengadaan sebuah wisata syari’ah. Dengan demikian dapat memperkenalkan
kepada mereka potensi wisata sekitar yang dapat meningkatkan pendapatan
perekonomian warga daerah setempat. Caranya bisa dengan merekrut mereka sebagai
karyawan di sebuah hotel syari’ah misalnya ataupun yang akan memerankan
beberapa pertunjukan kebudayaan lokal yang Islami.
4. Dalam pengembangan wisata syari’ah ini pun perlu adanya
kontribusi dari pemerintah setempat. Pemerintah harus membentuk sebuah badan
kelola yang dapat langsung bersentuhan dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Terlebih
lagi sudah terbitnya Undang-Undang Jaminan Produk Halal, maka akan lebih mudah
lagi gerak dan koordinasinya antara Pemerintah dan MUI dalam menggalakan wisata
syari’ah. Dengan hal tersebut wisata syari’ah dapat lebih terarah dan tidak
mengganggu sektor lainnya.
Sementara ini wisatawan muslim yang banyak berburu
tempat wisata syari’ah di Indonesia adalah dari benua Asia dan Timur Tengah. Contohnya
Bayt Kaboki Hotel, satu-satunya hotel syariah di Bali dikunjungi oleh 20 persen
wisatawan asal Malaysia. Kepala Bidang Investasi Pariwisata Deputi Bidang
Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata, Hengky Manurung, mengatakan,
bahwa fasilitas pariwisata syari’ah lebih mengutamakan pengoperasiannya. Hal
positif yang dapat diambil dari pariwisata syari’ah ini adalah sistem di
dalamnya yang telah menjadi tren masa kini. Misalnya kita ambil contoh dari
makanan halal yang disediakan oleh sebuah tempat wisata syari’ah tersebut pasti
dapat dijamin unsur makanan itu sehat dan baik, karena sesuatu yang halal itu
pasti baik namun yang baik itu belum tentu halal. Jadi wisata syari’ah ini
tidak bisa berbicara soal agama tetapi lebih pada penerapan aturan serta gaya
hidup yang baik dan tertib.
Saat ini Lombok sudah menjadi destinasi wisata syari’ah
dan beberapa daerah lainnya akan segera mengembangkan hal tersebut, layaknya
Sabang di Aceh sedang berada dalam penggarapan. Berbeda dengan Bali yang
merupakan kota terkenal hingga mancanegara. Sampai-sampai orang luar negeri
lebih mengenal Bali di bandingkan Indonesia sendiri. Bali dengan kearifan
budaya lokal yang kental dan keindahan alamnya bukanlah sesuatu dengan
kekurangan. Namun, dengan berpenduduk mayoritas beragama Hindu membuat
penerapan wisata syari’ah di sana sangat sulit. Untuk mencari tempat ibadah
bagi muslim dan makanan halal pun adalah sesuatu yang langka.
Dengan demikian prinsip dari wisata syari’ah ini ialah
bagaimana kita dapat menyuguhkan kepada konsumen rasa keamanan dan kenyamanan
dalam berwisata syari’ah dengan menekankan pada rasa kejujuran, integritas, dan
tetap pada rasa hormat terhadap kebudayaan lokal. Layaknyanya seperti apa yang
telah menjadi tujuan dari kaidah syari’ah ialah dengan menyingkirkan hal-hal
yang berbahaya bagi individu maupun lingkungan sekitar baik berupa barang
maupun jasa, serta diharapkan dapat membawa kebaikan umat secara umum. Dan jelas
kemaslahatan atau kebaikan itu harus bisa menarik keuntungan dan manfaat, tidak
bagi pelakunya saja melain juga bagi masyarakat umum.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar