Jumat, 01 Mei 2015

Hegemoni Makna “Gender”

Ketika makna suatu kata berganti dan berubah dari makna aslinya, maka boleh jadi karena adanya intrusi pandangan hidup asing (intrusion of worldview). Dapat pula disebabkan oleh pergeseran nilai dalam budaya pemegang makna itu.
Di Barat telah terjadi perubahan makna “gender” dari makna aslinya. Semua maknanya difahami umum sebagai jenis kelamin: maskulin dan feminim. Makna itu dalam webster’s New World Dictionary, New York: 1984, berubah menjadi perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Di sini bedanya bukan kelamin lagi, tapi sudah menjadi tingkah laku.
Dalam Encyclopedia of Women Studies, vol I, Helen Tierney mengartikan Gender bukan lagi perbedaan tingkah laku, tapi sudah menjadi suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (dinstinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di masyarakat.
Sepakat dengan Helen Hilary M Lips, di tahun 1993 menulis, Sex and Gender: An Introduction. Di situ, Helen mengartikan gender menjadi harapan-harapan budaya (cultural expectation) terhadap laki-laki dan perempuan. Di sini realitas laki-laki dan perempuan sebagai obyek sudah hampir tidak penting.
Akhirnya “gender” resmi berbeda tajam dari kata sex. Sex digunakan secara umum untuk membedakan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologis, atau jenis kelamin. Maka sex meliputi perbedaan komposisi hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan sifat-sifat biologis lainnya. Gender digunakan untuk mengkaji asfek sisial, budaya, psikologis, dan asfek-asfek nonbiologis lainnya. (Linda L Lindsaey, Gender Roles: A Sociological Perspective, New Jersy, Prientice Hall, hal. 28).
Belum cukup dengan makna baru itu, Lindsey mengubah defenisinya. Gender yang telah menjadi suatu konsep itu menjelma lagi menjadi teori “Kajian Gender” (Gender Studies). Kajian gender adalah kajian yang berkaitan dengan ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan, di sini, apa itu laki-laki sudah tergantung kepada ketetapan masyarakat. Menambahkan konsep ini, Elaine Showlater (ed), dalam karyanya,Speaking of Gender menyatakan bahwa gender bukan hanya pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konsep sosial budayanya. Ia menekankan sebagai konsep analisis yang dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu. (Alaine Showlater [ed], Speaking of Gender, New York & London: Rouytledge, 1989, hal. 3).
Tren mengubah makna memang kerja orang-orang postmodern. Mulanya mereka sadar akan kemajemukan realitas, lalu ragu jika manusia mampu memahami realitas itu. Karena itu mereka hilangkan makna dan kebenaran universal. Makna segala sesuatu bisa dipasang copot bagaikan cincin pada jemari; dihilangkan konteknya; diputus hubungannya dengan makna lain. Jadi orang postmo itu sebenarnya tahu kebenaran, tapi bagi mereka, kebenaran kemudian itu akan berubah maknaya. Begitu pulalah dengan kasus makna kata gender.
Sejatinya, setiap kata mengandung makna, setiap makna mengandung konsep. Serangkaian atau jalinan konsep suatu dalam peradaban dapat membentuk suatu pandangan hidup atau worldview. Jika makna-makna dari konsep kunci dari peradaban atau worldview lain, maka peradaban itu akan didominasi oleh peradaban lain.
Kini, segelintir cendekiawan muslim telah mengubah konsep kunci dalam Islam. Demi menjustifikasi konsep gender, jumlah hak waris laki-laki dan wanita harus sama; karena kesetaraan gender fiqih dianggap maskulin; karena gender pula hadist-hadits tentang wanita yang negatif dianggap misoginis; untuk membela kesetaraan gender peranan suami dikalahkan oleh isteri atau disamakan. Jika ini terus terjadi maka masa hegemoni terhadap pemikiran umat semakin dahsyat.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Cari Blog Ini